• ***************************************************
  • Isi form berikut ini untuk memasarkan properti Anda

    Judul
    Alamat
    LT/LB (m2)
    Lebar Depan (m)
    Posisi/Letak
    Harga (Rp.)
    Spesifikasi Bangunan
    Keterangan Lain
    Foto/Gambar
    Email / No.Telp
    Image Verification
    Please enter the text from the image
    [ Refresh Image ] [ What's This? ]

    Aspek Perpajakan Realestat beserta Fasilitasnya

    Rabu, Mei 20, 2009 Pekanbaru Properti
    Pendahuluan
    Dua sektor usaha yang kebijakan perpajakannya bersifat fluktuatif mengikuti perkembangan perekonomian nasional adalah sektor usaha jasa konstruksi dan jasa realestat. Hal tersebut memang tidak dapat dipungkiri karena sektor usaha rela estat ini merupakan salah satu sektor usaha padat karya karena kemampuannya untuk mempengaruhi permintaan atas hampir semua produksi industri lainnya seperti industri-industri suplai bahan bangunan maupun industri peralatan Rumah Tangga dll dan merupakan sektor usaha padat modal dalam hal suplai uang di masyarakat, karena KPR bisa eksis di masyarakat untuk jangka waktu 7 - 15 tahun.
    Pada era 1996 s.d. 1999 mekanisme PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bagi usaha realestat dibagi menjadi 2 tarif PPh seperti halnya dengan tahun 2009 ini yakni dikenakan PPh Final sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali pengalihan hak atas rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 2% dari jumlah bruto nilai pengalihan.
    Sedangkan sebelum era 1996 dan era 2000 s.d. 2008 mekanisme Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bagi usaha realestat tidak dikenakan PPh pada saat diperolehnya penghasilan melainkan pada akhir tahun dikenakan PPh Pasal 17 UU PPh atas laba bersih usaha yang diperoleh.
    Di samping itu sektor usaha realestat merupakan salah atu sektor usaha yang mendapatkan stimulus fiskal yang cukup banyak mengingat rumah merupakan kebutuhan primer untuk kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sangat rendah dan kelompok berpenghasilan informal.
    Lalu bagaiamanakah wajah perpajakan realestat pada tahun 2009 ini?

    Kelompok Rumah yang diserahkan oleh Perusahaan Realestat
    Pada dasarnya penyerahan rumah oleh perusahaan realestat terbagi menjadi 2 kelompok yaitu :

    A. Jenis Rumah yang tidak mendapat fasilitas pajak
    Jenis rumah atau bangunan sebagai barang dagangan yang tidak memenuhi syarat untuk mendapat fasilitas pajak seperti rumah RE atau semi RE, kondominium, townhouse (rumah bandar), rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), pergudangan, industri, gedung perkantoran, apartemen, rumah mewah, rumah yang tidak memenuhi kriteria yang mendapat fasilitas pajak, dan sebagainya.

    B. Jenis Rumah yang mendapat fasilitas pajak
    Jenis rumah atau bangunan yang mendapat fasilitas pajak adalah yang memenuhi kriteria-kriteria berikut :
    1. Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana
    Adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang memenuhi ketentuan:
    a. harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- dan
    b. merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak dimiliki.
    Termasuk Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang diserahkan kepada Bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan :
    a. harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,-
    b. dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
    c. rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam jangka waktu 6 bulan sejak dibeli.

    2. Rumah Susun Sederhana
    Adalah Bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal yang memenuhi ketentuan:
    a. harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp 75.000.000,00;
    b. luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m2;
    c. pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; dan
    d. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak dimiliki.

    3. Pondok Boro
    Adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh perorangan atau koperasi buruh atau koperasi karyawan yang diperuntukkan bagi para buruh tidak tetap atau para pekerja sektor informal berpenghasilan rendah dengan biaya sewa yang disepakati, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diperoleh

    4. Asrama Mahasiswa dan Pelajar
    Adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan dan atau Pemerintah Daerah yang diperuntukkan khusus untuk pemondokan pelajar atau mahasiswa, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diperoleh

    5. Perumahan Lainnya
    a. Rumah Pekerja, yaitu tempat hunian, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh suatu perusahaan, diperuntukkan bagi karyawannya sendiri dan bersifat tidak komersil, yang memenuhi ketentuan sebagai Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana serta Rumah Susun Sederhana, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak diperoleh;
    b. Bangunan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam nasional.

    6. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI)
    Adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal yang memenuhi ketentuan :
    a. luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 dan tidak melebihi 36 m2;
    b. harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00;
    c. diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00 per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ;
    d. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
    e. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

    Termasuk dalam pengertian Rusunami adalah Rusunami yang diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
    a. dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
    b. rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.

    Aspek Perpajakan Realestat
    A. PPh Badan dan Fasilitasnya
    Pengusaha realestat yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib membayar sendiri PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang terutang sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut (yaitu nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan)
    Namun demikian untuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang memenuhi kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi maka besarnya PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang wajib dibayar sendiri mendapat fasilitas PPh yaitu sebesar 1%.

    Adapun mekanisme penyetoran dan pelaporan PPh Final adalah sebagai berikut :
    a. Dilakukan penyetoran ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro untuk setiap pembayaran angsuran termasuk uang muka, bunga, pungutan dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut
    b. Penyetoran selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran dengan SSP.
    c. Pelaporan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran dengan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2)

    B. PPN/PPnBM dan Fasilitasnya
    Pengusaha realestat yang melakukan penyerahan tanah dan/atau bangunan wajib memungut PPN sebesar 10% dari harga jual (yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak) dan memungut PPnBM sebagai pungutan tambahan di samping PPN sebesar 20% dari harga jual atas peyerahan tanah dan/atau bangunan yang termasuk kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan ketentuan sebagai berikut :
    a. Rumah, termasuk rumah kantor atau rumah toko, yang luas bangunannya 400 M2 atau lebih atau dengan harga jual bangunannya Rp. 3.000.000,00 atau lebih per M2 tidak termasuk nilai tanahnya
    b. Apartemen, Kondiminium, townhouse, dan sejenisnya dengan luas bangunan 150 M2 atau lebih atau dengan harga jual bangunannya Rp. 4.000.000,00 atau lebih per M2 tidak termasuk nilai tanahnya
    Namun demikian pengusaha realestat yang melakukan penyerahan bangunan yang memenuhi kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana maupun Rumah Susun Sederhana yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, Perumahan Lainnya, serta Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN secara otomatis tanpa adanya persyaratan SKB (Surat Keterangan Bebas).

    C. PPN MBS (Membangun Sendiri) dan Fasilitasnya
    Pengusaha realestat dapat dikenakan PPN atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh pembeli kaveling di dalam kawasan realestat dengan tarif 10% x 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau yang dibayarkan untuk membangun sendiri, tidak termasuk harga perolehan tanah
    Namun demikian pengusaha realestat tidak akan dikenakan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri apabila melakukan hal-hal sebagai berikut :
    1) Pada saat ditandatanganinya Surat Pemesanan Tanah/Surat Perjanjian Pra Jual Beli/Perjanjian Pra Jual Beli/Akte Jual Beli atas transaksi penjualan tanah kaveling, pembeli tanah kaveling wajib mengisi dan menandatangani formulir Surat Pernyataan Kesanggupan Membayar Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri yang diberikan oleh pihak realestat
    2) Pengusaha realestat wajib melaporkan transaksi penjualan tanah kaveling kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tanah kaveling berada dengan mengirimkan tembusan formulir Surat Pernyataan Kesanggupan Membayar Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri paling lambat satu bulan sejak tanggal penandatanganan formulir

    D. BPHTB dan Fasilitasnya
    Pengusaha realestat yang melakukan penjualan tanah dan/atau bangunan dengan sistem bersih (netto) atau harga jual sudah termasuk pajak-pajak antara lain BPHTB maka besarnya BPHTB terutang yang dibebankan kepada pembeli adalah sebesar 5% x (NPOP – NPOPTKP)
    Nilai Perolehan Objek Pajak dalam hal jual beli adalah harga transaksi dan apabila tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.
    Adapun besarnya (NPOPTKP) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak secara regional untuk perolehan hak secara umum ditetapkan paling banyak Rp 60.000.000,00.
    Namun demikian untuk perolehan hak yang memenuhi kriteria Rumah Sederhana Sehat (RSH) dan Rumah Susun Sederhana yang perolehannya dibiayai melalui KPR bersubsidi mendapat fasilitas BPHTB berupa (NPOPTKP) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 49.000.000,- . Dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan secara umum lebih besar daripada Rp 49.000.000,- maka NPOPTKP untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) dan Rumah Susun Sederhana yang perolehannya dibiayai melalui KPR bersubsidi ditetapkan sama dengan NPOPTKP secara umum
    Disamping itu atas permohonan Wajib Pajak, dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang memenuhi kriteria Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Susun Sederhana serta Rumah Sangat Sederhana (RSS) yang diperoleh langsung dari pengembang dan dibiayai melalui KPR tidak bersubsidi dapat diberikan fasilitas BPHTB berupa pengurangan BPHTB sebesar 25% dari pajak yang terutang.

    Berikut beberapa contoh kasus perpajakan realestat beserta fasilitasnya :
    No. Jenis Rumah yang Dijual dan Harga Jual/NJOP PBB (misalkan) PPh Badan/
    PPh 4 (2) PPN BPHTB
    1. Townhouse (rumah bandar) Harga jual Rp 500 juta
    NJOP PBB Rp 300 juta 5% x 500jt 10% x 500jt 5% x (300jt-30jt)

    2. Memenuhi kriteria RS, RSS, Rumah Susun Sederhana secara tunai/cicilan bertahap
    Harga jual Rp 55 juta
    NJOP PBB Rp 30 juta 1% x 55jt dibebaskan 5% x (55jt-30jt)

    3. Memenuhi kriteria RS, RSS, Rumah Susun Sederhana secara KPR tidak bersubsidi
    Harga jual Rp 55 juta
    NJOP PBB Rp 30 juta 1% x 55jt dibebaskan 5% x (55jt-30jt) atau
    75% x (5% x (55jt-30jt))

    4. Memenuhi kriteria RS, RSS, Rumah Susun Sederhana secara KPR bersubsidi
    Harga jual Rp 55 juta
    NJOP PBB Rp 30 juta 1% x 55jt dibebaskan dibebaskan
    5% x (55jt-55jt)

    5. Memenuhi kriteria Rusunami
    Harga jual Rp 144 juta
    NJOP PBB Rp 100 juta 5% x 144jt dibebaskan 5% x (144jt-30jt)

    Catatan : Misalkan NPOPTKP umum adalah sebesar Rp 30 juta.

    E. PPh Pemotongan/Pemungutan dan Fasilitasnya
    Pada umumnya pengusaha realestat dalam membangun rumah memanfaatkan tenaga mandor yang bukan pegawai tetap perusahaan beserta tenaga bangunannya dengan sistem borongan. Dengan demikian seharusnya pengusaha realestat mempunyai kewajiban memotong atau menanggung PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 4% dari jumlah bruto (yaitu jasa dan material) baik mandor tersebut telah ber-NPWP maupun tidak ber-NPWP karena mandor termasuk jasa pelaksanaan konstruksi yang tidak memiliki kualifikasi usaha/sertifikasi
    Namun demikian pengusaha realestat tidak memotong atau menanggung PPh Pasal 4 ayat (2) melainkan PPh Pasal 21 sebesar Tarif PPh Pasal 17 (minimal 5%) dengan perhitungan sesuai ketentuan Peraturan Manteri Keuangan Nomor PMK-252/PMK.03/2008 apabila pengusaha realestat dalam membangun rumah memanfaatkan tenaga mandor yang merupakan pegawai tetap perusahaan sedangkan tenaga bangunannya merupakan tenaga lepas yang telah memiliki NPWP. Akan tetapi jika tidak memiliki NPWP maka dikenakan PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% dari Tarif PPh Pasal 17 (atau minimal 6%)

    Penutup
    Direktorat Jenderal Pajak telah mengalami modernisasi perpajakan dengan disatukannya KPP dan KP.PBB dalam satu instansi yaitu KPP Pratama. Dengan demikian apabila pengusaha real estat masih menggunakan NJOP PBB seolah-olah setara dengan harga pasar sebagai dasar pemungutan PPN maupun dalam penyetoran PPh Final Pasal 4 ayat (2) maka pada tahun 2009 ini sangat dimungkinkan praktik tersebut sudah tidak dapat dilakukan lagi mengingat pengelolaan PPh, PPN, dan BPHTB dilakukan dalam satu instansi yaitu KPP Pratama.
    Sedangkan untuk PPN MBS atau PPh Pemotongan/Pemungutan pada dasarnya ditanggung oleh pembeli kaveling atau penerima penghasilan, bukan oleh pengusaha realestat sehingga sebaiknya pengusaha realestat menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku guna menghindari pembebanan PPN MBS atau PPh Pemotongan/Pemungutan oleh pengusaha realestat.

    Referensi :
    • Surat Edaran Nomor SE-22/PJ.51/2002 tanggal 21 Mei 2002
    • Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 387/PJ./2002 Tanggal 19 Agustus 2002
    • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tgl 31 desember 2004
    • Surat Edaran Nomor SE - 15/PJ.6/2005 tanggal 6 Mei 2005
    • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006
    • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 tgl 19 Februari 2008
    • Peraturan Menteri Keuangan Nomor No 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008
    • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2008 tgl 23 Mei 2008
    • Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tanggal 20 Juli 2008.
    • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35/PJ/2008 tanggal 9 September 2008
    • Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tanggal 4 Nopember 2008
    • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tanggal 20 Nopember 2008
    • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008

    0 komentar: Aspek Perpajakan Realestat beserta Fasilitasnya

    Posting Komentar